Rabu, 04 Agustus 2010

Tahapan Sengketa Tata Usaha Negara





ehm ehm... ni dia rangkaian tahapan sengketa PTUN...


tabel alur sengketa Peradilan Tata Usaha Negara




tahapan PTUN
http://www.ptun-samarinda.go.id/images/art/image/alurperkara.jpg

No
Tahapan
Dasar Hukum
Keterangan
*
SENGKETA TUN
Pasal 48
(1)     Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka sengketa Tata Usaha Negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia.

(2)     Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan.

Upaya administratif merupakan suatu prosedur yang dapat ditempuh oleh seseorang atau badan hukum perdata mana kala ia tidak puas terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara, hal mana prosedur tersebut dilaksanakan di  lingkungan pemerintahan sendiri.

1
Pendaftaran
Pasal 2
Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang undang ini :
a. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata;
b. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum;
c. Keputusan Tata Usaha Negara yang masih  memerlukan persetujuan;
d. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana;
e. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
f. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;
g. Keputusan Panitia Pemilihan, baik di pusat maupun di daerah, mengenai hasil pemilihan umum.



Pasal 49
Pengadilan tidak berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara tertentu dalam hal keputusan yang disengketakan itu dikeluarkan :
a.        dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam, atau keadaan luar biasa yang membahayakan, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b.       dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.



Pasal 54
(1) Gugatan sengketa Tata Usaha Negara diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan tergugat.
(2) Apabila tergugat lebih dari satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan berkedudukan tidak dalam satu daerah hukum Pengadilan, gugatan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan salah satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
(3) Dalam hal tempat kedudukan tergugat tidak berada dalam daerah hukum Pengadilan tempat kediaman penggugat, maka gugatan dapat diajukan ke Pengadilan yang daerah hukummnya meliputi tempat kediaman penggugat untuk selanjutnya diteruskan kepada Pengadilan yang bersangkutan.
(4) Dalam hal-hal tertentu sesuai dengan sifat sengketa Tata Usaha Negara yang bersangkutan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah, gugatan dapat diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat.
(5) Apabila penggugat dan tergugat berkedudukan atau berada di luar negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan di Jakarta.
(6) Apabila tergugat berkedudukan di dalam negeri dan penggugat di luar negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan di tempat kedudukan tergugat.



Pasal 55
Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 90 hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya KPTUN

*Syarat-syarat gugatan
Pasal 56
(syarat formil)











(1) Gugatan harus memuat :
a. nama, kewarganegaraan, tempat tinggal, dan pekerjaan penggugat, atau kuasanya;
b. nama, jabatan, dan tempat kedudukan tergugat;
c. dasar gugatan dan hal yang diminta untuk diputuskan oleh Pengadilan.
(2) Apabila gugatan dibuat dan ditandatangani oleh seorang kuasa penggugat, maka gugatan harus disertai surat kuasa yang sah.
(3) Gugatan sedapat mungkin juga disertai Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan oleh penggugat.

Pasal 53
(Syarat materiil)
Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah :
a.        Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b.       Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

2
Rapat Permusyawaratan (dismissial process)
Pasal 59
(1)     Untuk mengajukan gugatan, penggugat membayar uang muka biaya perkara, yang besarnya ditaksir oleh Panitera Pengadilan.(Rp 300.000,00)
(2) Setelah penggugat membayar uang muka biaya perkara, gugatan dicatat dalam daftar perkara oleh Panitera Pengadilan.(biaya pendaftaran Rp 15.000)
(3) Selambat-lambatnya dalam jangka waktu tiga puluh hari sesudah gugatan dicatat, Hakim menentukan hari, jam, dan tempat persidangan, dan menyuruh memanggil kedua belah pihak untuk hadir pada waktu dan tempat yang ditentukan.
(4) Surat panggilan kepada tergugat disertai sehelai salinan gugatan dengan pemberitahuan bahwa gugatan itu dapat dijawab dengan tertulis
·         Berkas gugatan digandakan paling tidak 8 berkas
3
Pemeriksaan Persiapan
Pasal 62
1) Dalam rapat permusyawaratan, Ketua Pengadilan berwenang memutuskan dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan itu dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar, dalam hal :
a. pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang Pengadilan;
b. syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak dipenuhi oleh penggugat sekalipun ia telah diberi tahu dan diperringatkan;
c. gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak;
d. apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat;
e. gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya.
(2) a. Penetapan sebagimana dimaksud dalam ayat (1) diucapkan dalam rapat permusyawaratan sebelum hari persidangan ditentukan dengan memanggil kedua belah pihak untuk mendengarkannya;
b. Pemanggilan kedua belah pihak dilakukan dengan surat tercatat oleh Panitera Pengadilan atas perintah Ketua Pengadilan.
(3) a. Terhadap penetapan sebgaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diajukan perlawanan kepada Pengadilan dalam tenggang waktu empat belas hari setelah diucapkan;
b. Perlawanan tersebut diajukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56.
(4) Perlawanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diperiksa dan diputus oleh Pengadilan dengan acara singkat.
(5) Dalam hal perlawanan tersebut dibenarkan oleh Pengadilan, maka penetapan sebgaimana dimaksud dalmn ayat (1) gugur demi hukum dan pokok gugatan akan diperiksa, diputus dan diselesaikan menurut acara biasa.
(6) Terhadap putusan mengenai perlawanan itu tidak dapat digunakan upaya hukum.

Pemeriksaan dengan acara biasa
Pasal 63
(1) Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, Hakim wajib mengadakan pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas.
(2) Dalam pemeriksaan persiapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim:
a. wajib memberi nasihar kepada penggugat untuk memperbaiki gugatan dan melengkapinya dengan data yang diperlukan dalam jangka waktu tiga puluh hari;
b. dapat meminta penjelasan kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan.
(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a penggugat belum menyempurnakan gugatan, maka Hakim menyatakan dengan putusan bahwa gugatan tidak dapat diterima.
(4). Terhadap putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak dapat digunakan upaya hukum, tetapi dapat diajukan gugatan baru.


Pemeriksaan dengan acara cepat
Pasal 68
(1) Pengadilan memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha Negara dengan tiga orang Hakim.
(2) Pengadilan bersidang pada hari yang ditentukan dalam surat panggilan.
(3) Pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara dalam persidangan dipimpin oleh Hakim Ketua Sidang.
(4) Hakim Ketua Sidang wajib menjaga supaya tata tertib dalam persidangan tetap ditaati setiap orang dan segala perintahnya dilaksanakan dengan baik.



Pasal 98
(1) Apabila terdapat kepentingan penggugat yang cukup mendesak yang harus dapat disimpulkan dari alasan-alasan permohonannya, penggugat dalam gugatannya dapat memohon kepada Pengadilan supaya pemeriksaan sengketa dipercepat.
(2) Ketua Pengadilan dalam jangka waktu empat belas hari setelah diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengeluarkan penetapan tentang dikabulkan atau tidak dikabulkannya permohonan tersebut.
(3) Terhadap penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat digunakan upaya hukum.


Pihak Intervensi
Pasal 83
(1) Selama pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang berkepentingan dalam sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh Pengadilan, baik atas prakarsa sendiri dengan mengajukan permohonan, maupun atas prakarsa Hakim, dapat masuk dalam sengketa Tata Usaha Negara, dan bertindak sebagai :
    a.          pihak yang membela haknya; atau
   b.          peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dikabulkan atau ditolak oleh Pengadilan dengan putusan yang dicantumkan dalam berita acara sidang.

(3) Permohonan banding terhadap putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diajukan tersendiri, tetapi harus bersama-sama dengan permohonan banding terhadap putusan akhir dalam pokok sengketa.

4
Sidang utama
Pasal 99
(1) Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan dengan Hakim Tunggal.
(2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1) dikabulkan, Ketua Pengadilan dalam jangka waktu tujuh hari setelah dikeluarkannya penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2)menentukan hari, tempat, dan waktu sidang tanpa melalui prosedur pemeriksaan persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63.
(3) Tenggang waktu untuk jawaban dan pembuktian bagi kedua belah pihak, masing-masing ditentukan tidak melebihi empat belas hari.



Pasal 70
(1) Untuk keperluan pemeriksaan, Hakiin Ketua Sidang membuka sidang dan menyatakannya terbuka uuntuk umum.
(2) Apabila Majehs Hakim memandang bahwa sengketa yang disidangkan menyangkut ketertiban umum atau keselamatan negara, persidangan dapat dinyatakan tertutup untuk umum.
(3) Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat menyebabkan batalnya putusan demi hukum.


·         Pembacaan gugatan
Pasal 71
(1) Dalam hal penggugat atau kuasanya tidak hadir di persidangan pada hari pertama dan pada hari yang ditentukan dalam panggilan yang kedua tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, meskipun setiap kali dipanggil dengan patut, gugatan dinyatakan gugur dan penggugat harus membayar biaya perkara.
(2) Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) penggugat berhak memasukkan gugatannya sekali lagi sesudah membayar uang muka biaya perkara.


·         Jawaban Tergugat
Pasal 74
(1) Pemeriksaan sengketa dimulai dengan membacakan isi gugatan dan surat yang memuat jawabannya oleh Hakim Ketua Sidang, dan jika tidak ada surat jawaban, pihak tergugat diberi kesempatan untuk mengajukan jawabannya.
(2) Hakim Ketua Sidang memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk menjelaskan seperlunya hal yang diajukan oleh mereka masing-masing.


·         Replik penggugat
Pasal 74


·         Duplik tergugat
Pasal 75 ayat 1
(1) Penggugat dapat mengubah alasan yang mendasari gugatan hanya sampai dengan replik, asal disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan tergugat, dan hal tersebut harus saksaina oleh Hakim

·         Pembuktian pengugat
Pasal 75 ayat 2



(2) Tergugat dapat mengubah alasan yang mendasari jawabannya hanya sampai dengan duplik, asal disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan penggugat dan hal tersebut harus dipertimbangkan dengan saksama oleh Hakim.


·         Pembuktian tergugat
Pasal 80




Demi kelancaran pemeriksaan sengketa, Hakim Ketua Sidang berhak di dalam sidang memberikan petunjuk kepada para pihak yang bersengketa mengenai upaya hukum dan alat bukti yang dapat digunakan oleh mereka dalam sengketa


Pasal 100
(1) Alat bukti ialah :
a.        surat atau tulisan;
b.       keterangan ahli;
c.        keterangan saksi;
d.       pengakuan para pihak;
e.       pengetahuan Hakim.
(2) Keadaan yang telah diketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan.
Pasal 101
Surat sebagai alat bukti terdiri atas tiga jenis ialah :
a.        akta otentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum, yang menurut peraturan perundang-undangan berwenang membuat surat itu dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya;
b.       akta di bawah tangan, yaitu surat yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya;
c.        surat-surat lainnya yang bukan akta.
Pasal 102
(1) Keterangan ahli adalah pendapat orang yang diberikan di bawah sumpah dalam persidangan tentang hal yang ia ketahui menurut pengalaman dan
pengetahuannya.

(2)     Seseorang yang tidak boleh didengar sebagai saksi berdasarkan Pasal 88 tidak boleh memberikan keterangan ahli.

Yang tidak boleh memberikan saksi:
a.          Keluarga sedarah atau semenda menurut garis keturunan lurus keatas atau kebawah sampai derajat kedua dari salah satu pihak yang bersengketa;
b.          Isteri atau suami salah satu pihak yang bersengketa, meskipun sudah bercerai;
c.          Anak yang belum berusia tujuh belas tahun;
d.          Orang sakit ingatan;

Orang yang dapat meminta pengundurun diri dari kewajiban untuk memberikan kesaksian menurut Pasal 89 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo Undang-Undang
Nomor 9 tahun 2004 ialah:
          a.    Saudara laki-laki atau perempuan, ipar laki-laki dan perempuan salah satu pihak
         b.    Setiap orang yang terkena martabat, pekerjaan, atau jabatannya diwajibkan merahasiakan segala sesuatau yang berhubungan dengan martabat, pekerjaan, atau jabatanya.
Pasal 103
(1) Atas permintaan kedua belah pihak atau salah satu pihak atau karena jabatannya Hakim Ketua Sidang dapat menunjuk seseorang atau beberapa
orang ahli.
(2) Seorang ahli dalam persidangan harus memberi keterangan baik dengan surat maupun dengan lisan, yang dikuatkan dengan sumpah atau janji menurut
kebenaran sepanjang pengetahuannya yang sebaik-baiknya.

Pasal 104
Keterangan saksi dianggap sebagai alat bukti apabila keterangan itu berkenaan dengan hal yang dialami, dilihat, atau didengar oleh saksi sendiri.

Pasal 105
Pengakuan para pihak tidak dapat ditarik kembali kecuali berdasarkan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh Hakim.

Pasal 106
Pengetahuan Hakim adalah hal yang olehnya diketahui dan diyakini kebenarannya.

Pasal 107
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan Hakim.


·         Kesimpulan

Pasal 97
(1) Dalam hal pemeriksaan sengketa sudah diselesaikan, kedua belah pihak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat yang terakhir berupa kesimpulan masing-masing.
(2) Setelah kedua belah pihak mengemukakan kesimpulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka Hakim Ketua Sidang menyatakan bahwa sidang ditunda untuk memberikan kesempatan kepada Majelis Hakim bermusyawarah dalam ruangan tertutup untuk mempertimbangkan segala sesuatu guna putusan sengketa tersebut.


·         putusan

·         Peneguhan kembali masing-masing pihak berdasarkan fakta yang terjadi dalam persidangan
·         Berkas kesimpulan cukup diserahkan kepada majelis hakim saja, tidak ada kewajiban menyerahkan kepada pihak lawan


Pasal 108
(1) Putusan Pengadilan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
(2) Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak hadir pada waktu putusan Pengadilan diucapkan, atas perintah Hakim Ketua Sidang salinan putusan itu disampaikan dengan surat tercatat kepada yang bersangkutan.
(3) Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berakibat putusan Pengadilan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.



Pasal 109
(1) Putusan Pengadilan harus memuat :
a. Kepala putusan yang berbunyi : "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA";
b. nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman, atau tempat kedudukan para pihak yang bersengketa;
c. ringkasan gugatan dan jawaban tergugat yang jelas;
d. pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;
e. alasan hukum yang menjadi dasar putusan;
f. amar putusan tentang sengketa dan biaya perkara;
g. hari, tanggal putusan, nama Hakim yang memutus, nama Panitera, serta keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.
(2) Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat menyebabkan batalnya putusan Pengadilan.
(3) Selambat-lambatnya tiga puluh hari sesudah putusan Pengadilan diucapkan, putusan itu harus ditandatangani oleh Hakim yang memutus dan Panitera yang turut bersidang.
(4) Apabila Hakim Ketua Majelis atau dalam hal pemeriksaan dengan acara cepat Hakim Ketua Sidang berhalangan menandatangani, maka putusan Pengadilan ditandatangani oleh Ketua Pengadilan dengan menyatakan berhalangannya Hakim Ketua Majelis atau Hakim Ketua Sidang tersebut.
(5) Apabila Hakim Anggota Majelis berhalangan menandatangani, maka putusan Pangadilan ditandatangani oleh Hakim Ketua Majelis dengan menyatakan berhalangannya Hakim Anggota Majelis tersebut.



Pasal 113
(1) Putusan Pengadilan yang bukan putusan akhir meskipun diucapkan dalam sidang, tidak dibuat sebagai putusan tersendiri melainkan hanya dicantumkan dalam berita acara sidang.
(2) Pihak yang berkepentingan langsung dengan putusan Pengadilan dapat meminta supaya diberikan kepadanya salinan resmi putusan itu dengan membayar biaya salinan.



Pasal  97 ayat 7
Amar putusan:
·         gugatan ditolak (penggugat gagal membuktikan dalil-dalilnya,meskipun syarat gugatannya terpenuhi)
·         gugatan tidak diterima ( penggugat tidak memenuhi surat gugat pasal 56 UU no 5 thun 1986
·         gugatan gugur ( penggugat tidak hadir 2x berturut-turut tanpa alas an yang dibenarkan)
·         gugatan dikabulkan ( penggugat dapat membuktikan dalil-dalil gugatannya)
Pelaksanaan Putusan
Pasal 116
         (1)        Salinan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh Panitera Pengadilan setempat atas perintah Ketua Pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat pertama selambat-lambatnya dalam waktu empat belas hari.
         (2)        Dalam hal empat bulan setelah putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikirimkan tergugat tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf a, maka Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.
         (3)        Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf b dan huruf c, dan kemudian setelah tiga bulan ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakannya, maka penggugat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), agar Pengadilan memerintahkan tergugat melaksanakan putusan Pengadilan tersebut.
         (4)        Jika tergugat masih tetap tidak mau melaksanakannya, Ketua Pengadilan mengajukan hal ini kepada instansi atasannya menurut jenjang jabatan.
         (5)        Instansi atasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), dalam waktu dua bulan setelah menerima pemberitahuan dari Ketua Pengadilan harus sudah memerintahkan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) melaksanakan putusan Pengadilan tersebut.
         (6)        Dalam hal instansi atasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), tidak mengindahkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5), maka Ketua Pengadilan mengajukan hal ini kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintah tertinggi untuk memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan putusan Pengadilan tersebut.

5
Banding
Pasal 97 ayat 8
Hakim dapat menambahkan kewajiban:
·         mencabut KPTUN yang disengketakan
·         mencabut KPTUN yang disengketakan dan membuat keputusan yang baru
·         Penerbitan KPTUN dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal 34 UU no 5 tahun 1986
·         Khusus dalam hal masalah kepegawaiah dapat pula ditambahkan ganti rugi, rehabilitasi maupun ganti rugi


Pasal 122
Terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dapat dimintakan pemeriksaan banding oleh penggugat atau tergugat kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.



Pasal 123
(1) Permohonan pemeriksaan banding diajukan secara tertulis oleh pemohon atau kuasanya yang khusus dikuasakan untuk itu kepada Pengadilan Tata Usaha Negara yang menjatuhkan putusan tersebut dalam tenggang waktu empat belas hari setelah putusan Pengadilan itu diberitahukan kepadanya secara sah.
(2) Permohonan pemeriksaan banding disertai pembayaran uang muka biaya perkara banding lebih dahulu, yang besarnya ditaksir oleh Panitera


Pasal 126
(1) Selambat-lambatnya tiga puluh hari sesudah permohonan pemeriksaan banding dicatat, Panitera memberitahukan kepada kedua belah pihakbahwa mereka dapat melihat berkas perkara di kantor   Pengadilan Tata Usaha Negara dalam tenggang waktu tiga puluh hari setelah mereka menerima pemberitahuan tersebut.
(2) Salinan putusan, berita acara, dan surat lain yang bersangkutan harus dikirimkan kepada Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara selambat-lambatnya enam puluh hari sesudah pernyataan permohonan pemeriksaan banding.
(3) Para pihak dapat menyerahkan memori banding dan/atau kontra memori banding serta surat keterangan dan bukti kepada Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dengan ketentuan bahwa salinan memori dan/atau kontra memori diberikan kepada pihak lainnya dengan perantaraan Penitera Pengadilan.



Pasal 127
1) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara memeriksa dan memutus perkara banding dengan sekurang-kurangnya tiga orang Hakim.
(2) Apabila Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berpendapat bahwa pemeriksaan Pengadilan Tata Usaha Negara kurang lengkap, maka Pengadilan Tinggi tersebut dapat mengadakan sidang sendiri untuk mengadakan pemeriksaan tambahan atau memerintahkan Pengadilan Tata Usaha Negara yang bersangkutan melaksanakan pemeriksaan tambahan itu.
(3) Terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang menyatakan tidak berwenang memeriksa perkara yang diajukan kepadanya, sedang Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berpendapat lain, Pengadilan Tinggi tersebut dapat memeriksa dan memutus sendiri perkara itu atau memerintahkan Pengadilan Tata Usaha Negara yang bersangkutan memeriksa dan memutusnya.
(4) Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam waktu tiga puluh hari mengirimkan salinan putusan Pengadilan Tinggi beserta surat pemeriksaan dan surat lain kepada Pengadilan Tata Usaha Negara yang memutus dalam pemeriksaan tingkat pertama
6
kasasi
Pasal 129
Sebelum permohonan pemeriksaan banding diputus oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara maka permohonan tersebut dapat dicabut kembali oleh pemohon, dan dalam hal permohonan pemeriksaan banding telah dicabut, tidak dapat diajukan lagi meskipun jangka waktu untuk mengajukan permohonan pemeriksaan banding belum lampau


Pasal 131
1) Terhadap putusan tingkat terakhir Pengadilan dapat dimohonkan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung.
(2) Acara pemeriksaan kasasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.




·         Pengujian kepada penerapan hukum ( yudex iuris)
·         Pernyataan kasasi maksimal 14 hari sejak putusan banding diberitahukan
·         Pendaftaran di PTUN setempat bagian upaya hukum
·         Wajib membuat memori kasasi(diserahkan maksimal 14 hari sejak pernyataan kasasi dicatat)


Pasal 10 UU No 14 thn 1985 ttg MA
Ayat 1 : kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah MA dan badan peradilan Yang berada di bawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi
Ayat 2: badan peradilan yang berada di bawah MA meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara


Pasal 47
(3)     Panitera Pengadilan yang memutus perkara dalam tingkat pertama memberikan tanda terima atas penerimaan memori kasasi dan menyampaikan salinan memori kasasi tersebut kepada pihak lawan Dalam perkara yang dimaksud dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari
(4)     Pihak lawan berhak mengajukan surat jawaban terhadap memori kasasi kepada Panitera sebagaimana dimaksud ayat (1) dalam tenggang 14 hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasasi


Psl 30 UU n 14 thn 1985
Alasan kasasi:
·         Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang
·         Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku
·         Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh UU yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya keputusan yang bersangkutan
7
Peninjauan Kembali
Pasal 45 a ayat 2c UU 5 thn 2004
Perkara TUN yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah yang bersangkutan


Pasal 132
(1) Terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
(2) Acara pemeriksaan peninjauan kembah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.



Pasal 57 UU No 14 thn 1985
Alasan-alasan peninjauan kembali:
a.        Apabila keputusan diasarkan pada suatu kebohongan atau tipu mislihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana yang dinyatakan palsu
b.       Apabil setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan
c.        Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada dituntut
d.       Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan hukum belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya
e.       Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu hal yang sama, atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain
f.         Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau sesuatu kekeliruan yang nyata


Pasal 67
Tenggang waktu mengajukan peninjauan kembali yang didasarkan atas alasan adalah 180 hari


Pasal 69
a.        Yang disebut pada huruf a sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak Putusan Hakim Pidana memperoleh hukum tetap, dan telah diberitahuka kepada para pihak yang berperkara.
b.       Yang disebut pada huruf b sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang
c.        Yang disebut pada huruf c, d, dan f sejak putusn diperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara
d.       Yang disebut pada huruf e sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara


Pasal 72
Panitera berkewajiban sekambat-lambatnya dalam tenggang waktu 14 hari mengirimkan salinannya kepada termohon dengan maksud:
a.        Termohon mempunyai kesempatan untuk mengajukan jawaban, bilamana permohonan peninjauan kembali didasarkan pasal 67 huruf a atau b
b.       Dalam hal permohonn peninjauan kembali didasarkan salah satu  alas an yang tersebut pada pasal 67 huruf c sampai huruf f agar dapat diketahui


Pasal 72 ayat (1)
Tenggang waktu bagi pihak lawan untuk mengajukan jawaban adalah 30 hari sejak tannggal diterimanya salinan permohonan peninjauan kembali






created by, akpem 2c stan 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar